Posts

𝐌𝐞𝐧𝐣𝐞𝐦𝐩𝐮𝐭 𝐏𝐫𝐚𝐡𝐚𝐫𝐚

Image
Getar gawai di nakas mebuatku terjaga. Alunan merdu adzan begitu indah sampai ke telinga. Bergegas kusibak selimut biru muda motif awan kesampingku. Kulirik lelaki paruh baya yang masih lelap dalam mimpinya. Kuusap keningnya dan mengecup lembut pipinya sambil berbisik ringan. "Mas, bangun yuk, udah adzan" "Hayuk Mas kita jamaah biar dapat surga" kuulang bisikanku sambil menepuk tangannya ringan. Senyum berbalut kantuk terukir di bibirnya, ah betapa aku selalu cinta melihat senyumnya. ... Mendung pekat menyambut pagi. Suamiku sudah berangkat lima belas menit yang lalu. Tepat jam 06.30. Kulangkahkan kaki menuju teras. Bunga aglonema merah pemberian Kak Lisa tampak menonjol diantara tanaman lainnya. Terasku basah sisa hujan tadi malam. Pot gerabah yang berjejer rapi di tepi timur tampak segar. Pohon Jambu merah tampak menggoda dengan buahnya yang menggerombol diantara dedaunan. Ah betapa aku suka berdiri di teras putihku sambil memandangi tan

𝑮𝒆𝒎𝒖𝒓𝒖𝒉 𝑹𝒂𝒔𝒂

Image
"Bre" "Seriously" "I am flying" "Bre please hang up your phone" "I am dying waiting here" Ada 5 panggilan tak terjawab di gawaiku jam 7 pagi Kubaca pesannya dengan debar aneh. Sial apa yang  telah kulakukan sebenarnya. Aku membangunkan harimau tidur. Kuambil notebook biruku dan tanganku mulai bergerak cepat membuka laman facebook yang sudah lama kunonaktifkan. Feelingku tepat. Ada 15 pesan masuk inboxku, semuanya dari Mas Dino. "Mas Dino maafin Bre" akhirnya kubalas chatnya. "What for" "Jangan bohong lagi" "Jangan suka bermain dengan perasaan" balasan Mas Dino membuatku ciut. "Bre, i need to hear your voice" "Angkat ya, please" Aku masih sibuk menata debar jantungku ketika panggilannya masuk. "Bre, sweetheart" "Bre, kamu nggak bohong kan?, aku tahu kamu tak pandai berbohong." suara berat Mas Dino terdengar cepat dan beruntu

𝐿𝑒𝑙𝑎𝑘𝑖 𝑑𝑎𝑛 𝐻𝑢𝑗𝑎𝑛

Image
"Apa khabar" "Chatku sudah seminggu lebih kau abaikan" "Apakah kau baik baik saja?" "Aku cemas" Kubaca sekilas chat yang beruntun masuk di jendela gawaiku. Ah mengapa dia tak bisa berhenti mengirimiku pesan. Aku mencoba menguatkan hatiku dan meletakkan benda putih di tanganku di atas nakas. Terdengar ketukan pelan di pintu depan. "Assalamualaikum Tante, maaf ada yang nyari Tante" sapa Nakila, remaja kecil yang tinggal di seberang rumah. Matahari tak terlihat. Mendung tebal menyelimuti hari sejak siang. Aku baru selesai mandi dan ingin duduk di beranda menikmati mendung ketika Nakila datang. "Tuh ada cowok gateng naik motor" jawab Nakila sambil menudingkan jari kearah lelaki itu. "Met sore Paras" sapa lelaki itu sambil berjalan mendekat kearahku. "Makasih ya Dek" suara bariton lelaki itu tertuju  ke Nay disambut anggukan cepat dari Nakila. Aku masih memandanginya tajam dan berusah